Ledia Hanifa Ingatkan BRIN Perkuat Sektor Riset Demi Selaras Tujuan Riset Nasional
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah. Foto: Runi/vel
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mendorong Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk mengarahkan penelitian di tanah air dengan mengacu pada Rencana Induk Riset Nasional. Hal itu seraya menanti kehadiran Rencana Induk Pemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Ledia menyampaikan hal ini sebab di periode DPR RI 2024-209, BRIN menjadi mitra kerja Komisi X DPR. Menurut Ledia, penelitian di Indonesia penting selaras dengan arah tujuan riset nasional dan pemajuan Iptek, supaya kebutuhan riset bisa dipetakan sesuai dengan prioritas kebutuhan bangsa di masa kini dan nanti.
“Kita telah memiliki Rencana Induk Riset Nasional sejak 2018, sementara dari Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sinas Iptek) Nomor 11 tahun 2019 pasal 8 ada pula amanat untuk membuat Rencana Induk Pemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Dari sini BRIN tentu bisa memetakan riset-riset apa yang dibutuhkan negara dalam jangka waktu 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun dan seterusnya sampai ke 2045 yang kita canangkan sebagai Tahun Emas di usia 100 tahun Indonesia,” terang Ledia dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Selasa (6/11/2024).
Berdasarkan informasi yang diterima, ribuan riset terus bermunculan di negeri ini. BRIN merilis data bahwa pada 2023, publikasi ilmiah internasional Indonesia disebutkan meningkat secara signifikan sebanyak 13.975 dokumen. Peningkatan tertinggi berupa jurnal dengan 8.642 artikel, diikuti prosiding 5.054 dokumen, dan publikasi lainnya 279 dokumen. Baginya, semangat penelitian dari berbagai individu maupun lembaga ini adalah sebuah gambaran positif yang perlu didukung oleh negara,
Sebab itu, tegasnya, diperlukan satu panduan dan arahan agar riset-riset ini semakin berkesesuaian dengan tujuan pembangunan nasional. “Kehadiran ribuan riset tetap memerlukan satu naungan, semacam 'research umbrella', agar bisa dipilah mana yang menjadi prioritas penguatan dan pengembangan. Baik untuk riset yang dibangun oleh individu dan swasta, apalagi bila risetnya dilakukan oleh lembaga pemerintah atau riset yang didanai lewat dana abadi yang bersumber dari APBN,” tutur Ledia.
Dirinya pun menceritakan, bahwa saat masih menggodok RUU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek), di mana, salah satu negara yang dijadikan rujukan adalah Korea Selatan. Korsel menetapkan satu arah riset yang berlaku bagi para peneliti termasuk mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa di sana.
“Jadi, setiap riset diarahkan pada kebutuhan negara. Mahasiswa kita yang akan melakukan riset pun diarahkan pada hal yang sama termasuk pihak swastanya. Seperti Samsung misalnya, riset merekapun diarahkan pada arah yang sama dengan mempertimbangkan implikasi kebutuhan negara, implikasi pemasaran, implikasi kemandirian negara, dan lain-lain. Dan sebagai satu contoh, ini adalah contoh yang baik, yang kita bisa tiru dengan penyesuaian-penyesuaian tertentu,” jelas Anggota Baleg DPR RI ini.
Politisi Fraksi PKS itu mendorong agar BRIN bisa melanjutkan kerja sama dengan berbagai kampus dan lembaga di dalam dan luar negeri namun dengan fokus pada kebutuhan dan implikasi terbaik bagi tujuan pembangunan nasional.
“Kerja sama dan dukungan bagi riset-riset lintas sektoral harus dikuatkan. Dengan kampus perlu dilaksanakan termasuk pada kegiatan Litbang Jirap (penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan) yang mereka kelola, dengan arahan menuju pada satu arah riset nasional yang berbasis pada kebutuhan nasional, penguatan ekonomi nasional dan kedaulatan negara. Begitu pula dengan pihak swasta dan lembaga atau kampus di luar negeri, arah risetnya harus tetap merujuk pada tujuan pembangunan nasional dan harus menjadi pedoman yang disepakati bersama,” jelasnya.
Terakhir, Ledia juga mengingatkan agar dukungan riset yang menggunakan dana abadi riset yang berasal dari APBN harus bisa dikelola dengan tepat sasaran dan berkesesuaian dengan rencana riset. “Yang pernah jadi persoalan itu kan dana riset diberikan sedikit-sedikit dengan skema waktu pelaporan APBN. Akhirnya memunculkan kesulitan dalam kegiatan penelitian karena dana baru keluar misalnya di anggaran di bulan Juni sementara sudah harus dilaporkan di bulan Desember, padahal riset itu kan seringkali ada yang panjang waktunya dan bukan riset sosial saja tapi juga riset-riset yang berkaitan dengan sains dan teknologi. Ini perlu perbaikan ke depannya agar riset kita terus berkembang sementara dana abadi riset pun tersalurkan dengan tepat dan berkesesuaian,” tutup Anggota DPR RI dapil Jabar I ini. (um/rdn)